Jumat, 20 Januari 2017

Surat Untuk Diriku 15 Tahun Kemudian

Sebenernya cerpen ini terinspirasi dari film yang kemarin aku review, happy reading!
***

            Dingin. Hanya itu yang kurasakan. Hujan mengguyur dengan lebat di luar sana, memberikan sensasi dingin yang dapat membuat seseorang menggigil jika menahannya. Rumah ini terasa sepi. Tidak ada seorang pun di sini. Kecuali aku.
            Debu yang menempel di sana-sini. Rumah ini sudah ditinggalkan oleh keluargaku sejak 15 tahun yang lalu. Dan rumah yang dijual sejak 15 tahun lalu ini juga belum ada peminatnya.
            Aku Lily. Dan aku menyukai musik. Karir yang kurintis dari usahaku sendiri sejak usia 10 tahun, akhirnya mengantarkan namaku ke deretan pianis terkenal di negeri ini. Dan kini aku menyerah. Menyerah dengan semua omong kosong yang memberikan gelar seorang pianis kepadaku.
            Inilah aku sekarang. Hanya seorang pengangguran yang tidak tahu harus berbuat apa. Tadi pagi aku berniat keluar rumah untuk mencari pekerjaan. Dan hujan yang turun dengan lebat ini mempertemukanku kembali dengan rumah ini—yang ditinggalkan keluargaku 15 tahun lalu.
            Seperti yang dikatakan oleh pamanku 3 tahun yang lalu, rumahku ini belum ada peminatnya. Kosong, seperti yang kulihat. Berdebu dan dipenuhi sarang laba-laba.
            Aku melangkahkan kakiku ke ruangan yang dulu kami sebut ruang utama. Ruangan tersebut luas sekali. Aku ingat, dulu saat aku masih berusia 3 tahun, aku pernah terjatuh ketika berlari-lari mengelilingi ruang utama.
            Bibirku mengukir senyum tanpa kusadari. Seluruh sudut rumah ini memiliki kenangan tersendiri untukku. Dulu ada mama, papa, Kak Angel, dan Kak Jason di sini. Mereka semua telah hidup terpisah-pisah, dengan keluarga kecil yang dimiliki.
            Tiba-tiba terbersit ide konyol di benakku. Bagaimana keadaan kamarku yang dulunya selalu kuhias dengan foto-foto berbingkai merah jambu? Aku langsung menuju ke kamarku dulu. Tidak sabar rasanya melihat tempat rahasiaku yang menyimpan sejuta kenangan masa kecilku dulu.
            Mataku membelalak melihat keadaan tempat ini. Plafon kamarku telah jebol sehingga kamarku yang dulu selalu kuhias, sekarang menjelma menjadi sejenis tempat angker yang tidak kukenal.
            Kakiku menerobos masuk, melewati 2 pilar yang dulunya terdapat pintu bergantung Snow White dengan nama “Lily” berada di bawah gambar Snow White-nya. Tanganku berusaha menyingkirkan puing-puing plafon. Sangat berat memang, jika dibandingkan dengan tangan seorang mantan pianis yang dulu lemah gemulai menari di atas tuts piano. Tapi, aku tidak mau berhenti.
            Tubuhku mulai basah terguyur hujan. Ini sangat gila, tapi aku sangat mencintai kenanganku di sini. Aku ingin menyelamatkan mereka dari puing plafon yang menutupi segala keceriaan dan kesedihanku di masa kecil.
            Dan tanpa sengaja aku menyentuh sesuatu. Secarik kertas yang tintanya mulai luntur. Kertas yang kuyakin dulu berwarna putih bersih ini, kini telah berwarna kecokelatan termakan usia.
            Aku mengambilnya. Kubuka lipatannya yang membagi kertas tersebut menjadi 4 bagian sama besar. Dan aku mengenalinya. Surat yang kutulis saat mendapat tugas dari guruku di sekolah dulu. Aku ingin tertawa mengingat apa yang kupikirkan saat menulisnya. Tapi, sejenak aku diam mematung memandangi kertas lusuh yang kini berada di genggaman tanganku.
            Perlahan mulai kubaca sebuah impian besar yang dulu sangat kucintai dan kubanggakan.
10 Agustus 2002
            Aku tidak tahu apa yang harus kutuliskan di sini. Tapi, aku harus tetap menulisnya. Surat untuk diriku 15 tahun kemudian… itu terdengar sangat keren!
            Aku ingin menjadi seorang pianis terkenal. Siapapun diriku 15 tahun kemudian, aku ingin menghibur orang-orang dengan alunan piano yang kumainkan dengan jemari-jemariku. Siapapun aku nanti, aku akan terus berusaha dengan pianoku.
            Itulah suratku untukmu, diriku 15 tahun kemudian. Semoga kau membacanya.
Salam dari Lily yang berusia 15 tahun…
            Hujan berhenti bersamaan dengan berakhirnya surat tersebut. Dari dulu aku selalu berangan-angan dengan piano. Piano, piano, dan piano. Dan kini aku berhenti.
            Orang tuaku pernah berjanji untuk menonton pertunjukanku suatu hari. Dan aku tidak pernah menyangka, kalau itu adalah pertunjukanku yang terakhir kalinya untuk mereka. Tidak, bukan terakhir kalinya. Mereka tidak menontonnya. Mereka hanya berusaha datang. Dan kemudian sebuah kecelakaan besar merenggut nyawa mereka.
            Tanpa mereka, untuk siapa lagi aku bermain piano?
            Kakiku melangkah keluar dari rumah lamaku ini. Untuk siapa? Untuk siapa? Untuk siapa? Untuk siapa lagi akan kumainkan pianoku?
            Aku berlari dengan cepat, meninggalkan rumah yang penuh dengan kenangan manis—juga pahit yang sangat malas kuingat. Dan tanpa sadar satu persatu air mataku mulai keluar.
***
Satu bulan kemudian…
            Tidak. Itu bukan keputusanku. Aku belum menyerah dengan piano! Belum sama sekali!
            Masih banyak orang yang bisa kuhibur dengan pianoku. Kak Angel, Kak Jason, dan semua orang. Termasuk para bocah kecil berwajah polos yang baru merasakan rasanya menyentuh tuts piano.
            Aku tidak kembali ke atas panggung yang bermandikan gemerlap lampu sorot yang terkadang membuatku kesal karena menyilaukan. Tapi, aku tetap  kembali kepada piano, belahan jiwaku. Aku lebih puas menjadi seorang guru les piano yang bisa berbagi ilmunya kepada orang lain. Ya, aku berbagi ilmu kepada orang lain.
Kepada diriku 15 tahun yang lalu, kini aku telah menepati janjiku.
***


Senin, 16 Januari 2017

Review Film Jepang Kuchibiru ni Uta o (Have a Song on Your Lips)

Wuaaa~~
Wuaaaaaaa~~
Nanda nggak gila kok ya:( Nanda cuma baper. Iya baper... Sama sebuah film😭😭
Filmnya bagus banget, sih~
Dan berhubung Nanda udah selesai nontonnya, Nanda mau buat review tentang film ini, bagi temen-temen yang juga mau liat (ps : spoiler bertebaran dimana-mana:v)

Judulnya Kuchibiru ni Uta o, atau dalam bahasa Inggrisnya adalah Have a Song on Your Lips. Sesuai dengan judulnya, film ini memiliki genre musik. Agak ada romancenya tapi juga nggak ada (lah?).



Walaupun cogannya dikit, tapi Nanda sangat suka sama film ini:'v. Jadi gini ceritanyaa...

Setting film ini adalah di suatu pulau kecil, tapi hijau dan damai, bernama Pulau Goto.

Yuri Kashiwagi (btw namanya hampir mirip sama member AKB, Yukirin:'v) adalah seorang pianis terkenal dari Universitas Tokyo yang diamanatkan oleh Matsuyama Haruko-sensei untuk bertanggung jawab di klub Paduan Suara. Hal itu dikarenakan Matsuyama-sensei akan ambil cuti karena hamil.

Nazuna, ketua klub awalnya agak merasa kesal dengan Kashiwagi-sensei karena orangnya cuek dan terkesan nggak peduli sama klub. Kashiwagi-sensei yang katanya pianis terkenal itu juga nggak pernah menyentuh piano yang ada di ruang klub sama sekali. Ditambah lagi, anggota cowok yang ada malah menjadikan Kashiwagi-sensei sebagai alasan masuk ke klub Paduan Suara. Nazuna sangat kesal karena itu.

Ada seorang anggota cowok yang menurut Nanda paling penurut, namanya Kuwahara Satoru. Dia anaknya nggak begitu tinggi (awaw), pendiam, dan sayang sama kakaknya, Akio, yang mengidap autis. Setiap hari Satoru harus berangkat dan pulang bersama Akio. Kalau nggak gitu, nanti Akio akan tersesat saat menuju jalan pulang. Suatu hari, dia nggak pulang bareng Akio. Dia harus latihan paduan suara (suaranya Satoru wawawawawaw). Dan Satoru dimarahi habis-habisan oleh ayahnya. Ayahnya nyuruh dia keluar dari klub. Tapi, akhirnya ngga jadi karena ibunya bersedia menjemput Akio setiap hari.

Paduan suara sekolah mereka akan mengikuti kompetisi nasional. Mereka harus berlatih dengan keras. Tapi, Nazuna tidak percaya diri, karena melihat pembimbing klub yang baru. Akhirnya, Kashiwagi-sensei memberikan latihan fisik pula kepada mereka. Latihan fisik juga penting untuk pernafasan, gitu kira-kira.

Nazuna lalu bertanya kepada Matsuyama-sensei, alasan kenapa Kashiwagi-sensei nggak pernah lagi main piano. Ternyata, ada kisah tragis di balik itu semua. Dulu Kashiwagi-sensei berkencan dengan seorang laki-laki sejak SMP. Laki-laki itu sangat sibuk dengan pekerjaannya. Suatu hari, laki-laki kekasihnya itu berjanji untuk menonton pertunjukan piano Kashiwagi-sensei. Tapi, hal itu tidak pernah terjadi karena kekasihnya tewas dalam kecelakaan saat menuju ke tempat pertunjukan. Sejak saat itu, Kashiwagi-sensei menyerah dengan piano. Untuk siapa lagi ia bermain piano?



Mendekati hari H, Matsuyama-sensei berjanji untuk hadir dalam kompetisi nasional. Hal itu semakin mendorong semangat Nazuna dkk. Mereka akan memberikan yang terbaik kepada Matsuyama-sensei.

Lagu yang akan mereka nyanyikan berjudul Tegami (liriknya bagus banget loh gais. Kalau ngga percaya, coba liat di yutup atau donlot lagunya). Dan sedihnya, saat hari H, Matsuyama-sensei ngga bisa dateng. Matsuyama-sensei mengalami pecah ketuban dan akan melahirkan seorang bayi.



Orang tua Satoru dan Akio dateng ke kompetisi itu. Tapi, ayah dan Akio tidak ikut masuk. Mungkin ayahnya masih kesel gara-gara waktu itu Akio ngga tau jalan pulang:'( Penampilan mereka sangat memukau. Ditambah lagi permainan piano Kashiwagi-sensei. Mereka pun keluar sebagai juara pertama.

Di luar gedung, Akio tiba-tiba nangis gara-gara dia sebenernya pengen liat nyanyian adeknya. Akhirnya, seluruh peserta nyanyi bareng saat itu juga, dan membuat Akio seneng lagi. Pas bagian ini nyeseknya (menurut Nanda) soalnya Nanda nangis sehhh~~

Dan diendingnya, Kashiwagi-sensei harus kembali ke Tokyo. Mereka melepas kepergian Kashiwagi-sensei dengan senyuman sampai kapal yang dinaiki Kashiwagi-sensei tak lagi terlihat:')))