Senin, 01 Juli 2019

Aku Hanya Ingin Berdamai dengan Diriku

Dan sampailah aku pada titik awal dimana kumulai semuanya. Aku berada di sini lagi. Aku kembali. Pada akhirnya pun, aku terpaksa harus berada di sini lagi. Untuk kesekian kalinya. Dengan luka yang sama. Kembali aku bertanya pada hati yang memberiku perasaan, "Untuk apa semuanya dimulai?"

Sudah hukumnya alam bahwa setiap permulaan pasti bersimbiosis dengan pemungkasan. Mau mengelak pun untuk apa. Buang-buang tenaga saja. Menghindar pun, toh pada akhirnya pasti bakal begini juga. Semua hanya soal waktu. "Mau bertahan berapa lama?" begitu sang waktu bertanya. Lalu ia pun menjalankan tugasnya, mengantarkanku pada jangka yang sudah disepakati bersama. Setelah itu, semuanya kembali ke awal. Seperti siklus.

Lalu bagaimana jika sudah seperti itu? Siapa yang harus disalahkan? Aku? Kamu? Waktu? Atau Sang Pencipta?

Tidak, teman.
Tidak ada yang bisa disalahkan di sini. Sudah kujelaskan, begitulah hukum alam berjalan. Kita seharusnya yang menyesuaikan. Waktu sudah menunjukkan isyaratnya. Dan tugasmu adalah menentukan apa yang sebaiknya dilakukan.

Hidup tidak selalu seperti kupon lotre. Jika belum beruntung, kamu harus coba lagi. Mengulangi hal yang sama. Membeli kupon yang baru. Terkadang, menyerah juga berharga. Agar tidak jatuh ke lubang yang sama.

Begitu aku menasehati diriku.
Namun diriku tidak pernah mau dinasehati.

Kamu mengerti?

Senin, 18 Maret 2019

Apa yang Dilakukannya Ditengah Hujan

Belum genap satu tahun aku melihatnya. Seseorang yang selalu menatap ke bawah dengan tatapan nanar. Tidak banyak yang aku tahu tentangnya. Yang kutahu, ia selalu berlama-lama di depan ruangannya, menatap lurus ke deretan kendaraan yang terparkir di bawah. Seolah sedang mencari sesuatu. Seolah sedang menunggu sesuatu.

Siang itu hujan turun ke Bumi. Dan ia berdiri di sana. Memandang seperti biasanya. Sesekali kepalanya terangkat, diikuti helaan nafas pendek. Ia menatap rintik hujan yang membasahi dedaunan di hadapannya. Tanpa suara. Aku tak habis pikir sebenarnya. Ingin kucoba menegur, tetapi selalu kuurungkan begitu melihatnya sangat menikmati kesunyiannya. Dan pada akhirnya aku selalu membiarkannya. Bersandar pada dinding sambil mengamatinya dari jauh. Lumayan juga kekuatannya berdiri sesiangan tanpa beristirahat sesekali, atau sekadar merasa bosan dengan kebiasaannya yang monoton dan tidak menarik itu.

Angin yang membawa air hujan menimpa sebagian kecil wajahnya membuatnya mengerjap. Ia lalu beranjak dari tempatnya. Aku memperhatikannya ketika ia mulai menyentuh gagang pintu dan membukanya perlahan. Beberapa saat kemudian, tubuhnya lenyap ditelan daun pintu yang bergerak menutup. Kurasa ia kedinginan. Atau mungkin ia menyadari kehadiranku dan merasa terganggu? Entahlah. Sudah kukatakan di awal tadi, aku tidak tahu banyak hal tentang orang ini. Ia dan aku adalah dua orang asing yang tidak pernah bertegur sapa.

Aku pun masuk ke ruanganku. Pikiranku campur aduk, menerka-nerka apa yang telah terjadi dengan orang itu sehingga ia melakukan hal yang sangat sia-sia setiap hari. Hanya memandang dengan penuh kebosanan, tidak berbicara sedikitpun, tidak berhasrat untuk duduk sebentar saja. Sebagian kecil dari hatiku memang ingin "mengetahui" tentang dirinya. Supaya aku tidak menuduhnya sebagai orang dengan beban hidup dan masalah psikologi yang menyiksa diri sendiri terus menerus. Tapi di sisi lain pula, entah bagaimana aku senang melihatnya seperti itu saja. Biarlah ia menjadi sosok misterius yang pernah kulihat dalam hidupku.

Kujalani hari-hariku seperti biasa. Dan ia pun juga seperti biasa. Lama-lama aku terbiasa dengan hal ini. Memandanginya dari kejauhan sambil menerka apa yang bermain-main di pikirannya. Atau mencoba menebak judul lagu yang ia putar ketika ia menggunakan earphone. Kami terperangkap dalam imajinasi masing-masing, di koridor panjang ini. Aku dengan tebak-tebakanku yang pasti kebanyakan meleset, dan dia yang entah apa atau bagaimana atau siapa. Dan lama-lama aku merasa bahwa aku tidak beda jauh dengannya. Melamun seharian, dan melakukan hal sia-sia seharian seperti memperhatikan orang asing dari kejauhan tanpa alasan yang jelas.

Aku berpikir apakah ia menyadari keberadaanku? Atau bahkan ia mulai tertarik untuk menyapa dan berbicara tentang berbagai hal denganku? Ah, ada-ada saja aku ini. Dari tatapan matanya, sepertinya ia tidak tertarik dengan orang lain. Apalagi aku. Manusia biasa yang menjalani hidup seperti biasa. Entahlah. Berandai-andai terkadang bisa menghancurkan seseorang. Tidak baik terlalu memikirkan hal yang belum pasti.

Dan suatu hari, aku tidak melihatnya berada di tempatnya. Kucoba menunggu dari tempatku biasanya. Menatap dengan tatapan yang sama. Menerka-nerka seperti biasanya. Tapi satu jam aku berada di sini, ia tak juga muncul. Akhirnya, kuberanikan diri ini untuk berjalan melintas di depan ruangannya yang pintunya sedikit terbuka itu. Ketika melewati pintu tersebut, aku mencuri-curi kesempatan untuk melihat ke dalam. Akan tetapi, aku tidak melihatnya. Apakah ia tidak datang hari ini? Apa yang terjadi dengannya?

Hujan kembali turun pada jam pulang. Aku yang terlalu enggan untuk menunggu lama memutuskan untuk tidak menyerah pada hujan yang mengguyur. Lagipula, bus tidak akan menungguku sampai hujannya reda, bukan? Aku masuk tepat satu menit sebelum bus berangkat. Di dalam penuh sesak penumpang yang basah, menambah suasana tidak nyaman di dalam sini. Dan aku tidak mungkin menunggu bus yang berikutnya karena itu sama saja menghina pakaianku yang basah karena hujan itu. Bus berangkat. Badanku sedikit terhuyung karena aku tidak mendapatkan tempat untuk duduk. Bus melaju dengan lebih lambat dari biasanya. Tidak mungkin juga seorang sopir dengan penumpang sekitar 40 orang berjalan ugal-ugalan di tengah hujan kecuali ia berniat untuk membiarkan keluarganya tidak makan.

Dan beberapa menit setelah bus mulai melaju, tiba-tiba sang sopir mengerem mendadak sehingga aku pun tersungkur ke depan. Para penumpang yang basah mulai mengadu dan memprotes sopir kami yang mulai keluar dari bus setelah kendaraan besar ini benar-benar berhenti. Aku tidak tahu apa yang terjadi tapi kurasa yang terjadi adalah sesuatu yang buruk. Sesuatu yang buruk dan mengakibatkan hal buruk karena kemacetan pun terjadi di tengah hujan besar ini. Dugaanku benar. Sekitar 10 menit setelah bus tidak bergerak, sebuah ambulans datang dan beberapa orang berpakaian merah keluar dari sana. Aku dan beberapa penumpang penasaran dengan apa yang terjadi. Kami turun, seolah lupa bahwa saat ini sedang hujan. Aku mencoba menerobos kerumunan manusia di hadapanku. Dan akhirnya aku dapat menyimpulkan bahwa telah terjadi kecelakaan yang menewaskan seseorang. Aku terkejut ketika melihat korban yang meninggal dunia.

Ah, ada apa ia keluar saat sedang turun hujan?

Sabtu, 26 Januari 2019

Apakah Benar Beberapa Orang di Dunia Ini Pantas Dieliminasi?

Malam yang sepi, duduk bersandar pada kaki kursi di ruangan tanpa teman. Udara berbau tanah yang masuk melalui jendela memukul-mukulku, tapi ku diam terpaku. Tidak tahu mengapa begitu. Hanya saja, aku sedang memikirkan sesuatu. Mungkin itulah penyebab mengapa aku tak terpengaruh.

Sesekali menggertak gigi, ketika dingin sudah tak bisa diampuni lagi. Tapi tidak juga ku beranjak dari sini. Karena apa yang kupikirkan belum juga pergi. Seolah menahanku untuk terus berpikir dan berpikir, akan apa saja yang terjadi.

Aku hanya teringat, manusia-manusia yang datang, kemudian tak segan berlalu. Melupakan segalanya setelah berbicara ini dan itu. Begini dan begitu. Pantaskah seperti itu? Tentu saja pantas!

Aku ini jalang. Berbekal nyawa pinjaman Tuhan, masih berani saja membangkang. Tidak tahu lagi jika sudah dimasukkan liang. Masih pantaskah raga mengerang?

Apakah masih mungkin hatiku berganti? Bisakah jiwaku diampuni? Ataukah aku lebih pantas dieliminasi?

26 Januari 2019
Di kusen jendela sambil menikmati bintang-bintang, sedikit tulisan yang direvisi.

Kamis, 27 Desember 2018

Selamat Bahagia

Malam ini udara bertiup tidak seperti biasanya. Berlalu seolah membawa babak baru dalam kehidupan. Aku duduk bersandar pada dinding kamarku. Baru saja aku mengingatmu, hal-hal pahit yang kurasai semenjak aku mengenal kamu. Aku tidak pernah menyangka bahwa kamu tidak pernah menyukaiku. Tidak, bukan dalam arti cinta. Tapi kamu benar-benar tidak menyukaiku. Aku tahu bagaimana perasaanku saat sedang membenci sesuatu. Segalanya terasa sangat memuakkan. Pasti itulah yang kau rasakan jika mengetahui sesuatu tentangku. Kau membenciku, mungkin beberapa kali mengutukku, memaki segala hal tentangku, yang kutaktahu seberapa sering hal itu terjadi. Melancarkan protes pada Tuhan dalam doamu, mengapa orang seperti aku ini dibiarkan berkeliaran di dunia. Aku selalu merasa takut. Takut jika suatu ketika aku membuka mata dan kamu sudah menjadi orang asing di mataku. Aku tidak mau itu. Biarlah kamu membenciku, tapi jangan pergi dari hidupku. Aku tidak bisa jika hal itu sungguh-sungguh terjadi. Bagaimanapun pula, kamu adalah orang yang masuk ke hatiku. Sebisa mungkin aku menjaga sikapku ketika berada di sekitarmu. Sebisa mungkin aku menjadi diriku yang lain ketika kamu mulai berbicara padaku dengan nada muakmu. Boleh jadi kamu berpikir, aku adalah orang yang paling tidak kamu inginkan kehadirannya di hidupmu. Tidak apa, kamu bebas menilai diriku ini seperti apa. Diriku ini wanita jalang, tidak bersyukur walau sudah dipinjami nyawa oleh Yang Maha Kuasa. Orang paling tidak bermanfaat, orang yang hanya membuatmu merasa tidak beruntung jika sedang bertemu denganku, atau sekadar berada di sekitarku. Tidak apa, aku tidak marah. Toh jikalau aku marah, tentu kamu tidak akan peduli, benar? Justru akulah yang akan membenci diriku sendiri karena telah melakukan hal bodoh tersebut. Dunia memang seringkali tidak adil padaku. Aku muak menjadi terlalu jatuh hati, aku bosan terlalu sering menangis. Ya, malam ini udaranya memang berbeda. Bukan karena malam ini mendung, sehingga bintang-bintang yang indah itu menjadi tak tampak. Tapi karena aku terlalu sedih menjadi diriku. Aku terlalu sedih memikirkan aku yang terlalu menyukaimu. Yang kau benci lalu ingin kau buang jauh-jauh dari hidupmu. Aku ingin kamu bahagia, seperti orang-orang yang senang melihat orang yang ia sayangi bahagia. Tapi tidak luput juga, aku pun berhak bahagia, sama sepertimu. Kita sama-sama manusia, sama-sama berperasaan. Aku yakin kamu juga mengerti itu. Kamu bisa jadi bahagia jika tidak ada aku, tidak ada parasit yang membayangimu dan mengganggu harimu. Tapi aku bahagia jika denganmu. Jika bisa melihat senyummu, yang tidak pernah dialamatkan kepadaku. Jika mendengar suaramu, yang selalu mampu membuat hatiku bergetar. Tapi mau bagaimana lagi. Tidak bisa juga aku egois, karena aku memikirkanmu, perasaanmu. Selamat berbahagia, dengan orang yang kamu sayang, orang yang kamu harapkan kehadirannya, orang yang kamu tunggu kabar darinya, yang selalu ingin kamu buat tersenyum, dan yang senantiasa ingin kamu lindungi dengan hatimu. Tidak perlu kamu hiraukan aku ini, yang bahkan tanpa aku berucap demikian pun kamu sudah tahu apa yang harus kamu lakukan. Terima kasih atas segala hal sederhana darimu yang membuatku tidak bisa tidur jika mengingatnya.


Surabaya, 27 Desember 2018
Aku mengharapkan kamu, dan mengikhlaskanmu pada waktu yang bersamaan.

Sabtu, 26 Mei 2018

Penyesalan

Jika benar waktu bisa diulang kembali
Akan kubilang pada diri ini
Pada masa yang terlewati
Bahwa tak seharusnya aku begitu dan begini
Terlambat sudah tuk menyesali
Segala naif dan kesalahan hati


25 Mei 2018

Jumat, 22 September 2017

Konstruksi Rumah Hemat Energi

                Sejak dimulainya revolusi industri pada abad ke-18, dunia ini rasanya tidak bisa dipisahkan dari teknologi. Kehidupan manusia menjadi semakin mudah. Seperti halnya sebelum revolusi industri, manusia menggunakan kuda sebagai kendaraan. Tapi, setelah itu, kendaraan-kendaraan bermesin, yang berbahan bakar sumber daya alam, sudah tersedia di mana-mana. Selain itu, dulu manusia hanya menggunakan lampu minyak . Tapi sejak berkembangnya pengetahuan, lampu berenergi listrik mengusir penggunaan lampu berenergi minyak. Semakin lama, persediaan sumber daya alam semakin berkurang. Pemakaiannya semakin tidak terkontrol demi kemudahan hidup manusia. Walaupun begitu, kita tidak bisa terus menerus menggunakan sumber daya alam yang jumlahnya terbatas dan tidak terbarukan. Contohnya saja energi listrik. Energi listrik saat ini jumlahnya semakin berkurang. Namun, kita juga tidak bisa meniadakan penggunaan listrik dalam kehidupan manusia secara instan, perlu proses yang bertahap. Oleh karena itu, kiat harus pandai berhemat energi dalam penggunaannya.
            Cara penghematan energi sangat beragam, seperti mematikan lampu jika tidak digunakan, mematikan kran air jika tidak digunakan, menggunakan kendaraan umum, tidak memasukkan makanan atau minuman panas ke kulkas, dan sebagainya. Namun, ada cara-cara lain yang dapat diterapkan di rumah.
              Penghematan energi bukan berarti mengurangi intensitas cahaya di dalam ruangan, akan tetapi bagaimana cara kita mengefisienkan penggunaan energi. Salah satu caranya adalah dengan menggunakan sensor panas yang dapat mengenali ketika ada objek masuk ke ruangan. Jadi, ketika ada seseorang yang memasuki ruangan, lampu akan menyala secara otomatis. Dan ketika ruangan ditinggalkan, lampu akan mati juga secara otomatis.
              Akan tetapi, ada beberapa ruangan yang perlu menyalamatikan lampu itu secara manual. Hal itu disebabkan oleh ada beberapa ruangan yang perlu mematikan lampu ketika seseorang sedang berada di dalam ruangan, contohnya ruang kamar tidur.


            Penghematan energi dapat dilakukan dengan berbagai cara. Penghematan energi merupakan salah satu cara untuk mencegah punahnya energi. Salah satu diantaranya adalah dengan mengganti perabotan elektronik dengan desain interior rumah, seperti desain tembok, menata sistem pencahayaan di rumah agar lebih hemat energi dan optimal, menambah ventilasi pada dinding rumah, dan lain sebagainya. Tidak hanya itu, kita juga bisa menghemat energi dimulai dari hal-hal kecil, seperti menggunakan air secukupnya, mematikan lampu jika tidak dibutuhkan, meminimalisir penggunaan AC,  dan lain-lainnya.


Kamis, 18 Mei 2017

Review Film Flying Colours

Setelah berbulan-bulan ninggalin kegiatan nulis di blog untuk fokus Ujian Nasional, akhirnyaa Nanda kambeekk \ (≥3≤) /

Setelah UN selesai, hal pertama yang PASTI Nanda lakuin adalah nonton anime! Btw Nanda udah liat Shingeki no Kyojin season 2. Masih ongoing kok. Bagus banget! Tapi satu yang Nanda sesali adalah jumlah episodenya. Cuma ada 12 episod〒_〒 Malah curhat /plak

Selain itu, Nanda habis nonton salah satu dorama yang baaguus banget. Judulnya Flying Colours. Oke, kali ini Nanda mau ngereview film ini...

*spoiler bertebaran dimana-mana


Film ini mengisahkan tentang perjuangan seorang guru tutor, namanya Tsubota-sensei. Suatu hari, Tsubota-sensei bertemu dengan peserta tutor bernama Sayaka Kudo. Sayaka Kudo ini tipikal cewek nakal, gapernah dengerin guru, gapernah mengikuti pelajaran, selalu asik sama temen-temennya, dan sebagainya. Sayaka mengikuti tutor karena ibunya ingin ia masuk ke universitas. Tsubota-sensei menyarankan Sayaka masuk ke Keio, salah satu universitas top di Jepang.

Memang sulit untuk Sayaka bisa masuk ke Keio, karena gadis ini sama sekali ga ngerti apa-apa. Dia harus mengulang pelajaran SD, SMP, dan SMA. Bahkan parahnya, dia gatau peta Jepang dan arah mata angin /slap

Tapi, Tsubota-sensei selalu berpikir positif dan memotivasi Sayaka untuk belajar. Ia yakin Sayaka bisa masuk ke Keio. Dimana ada kemauan, di sana pasti ada jalan.


Sayaka akhirnya mau untuk belajar. Pagi, siang, dan malam ia selalu belajar. Akan tetapi, tetap saja ia gagal dalam ujian. Bahkan salah satu gurunya pun selalu mengejeknya dan menganggap kalau Sayaka tidak akan mampu masuk ke Keio. Ia sampai bertaruh kalau Sayaka mampu diterima di Keio, ia akan telanjang keliling sekolah.

Tidak hanya itu, guru Sayaka (gaena banget, Nanda lupa namanya aishh) menemui Tsubota-sensei dan menyuruhnya untuk berhenti menyemangati Sayaka. Tapi, Tsubota-sensei tidak pernah menyerah. Ia selalu berjuang dan melakukan yang terbaik untuk membantu Sayaka.

Ayah Sayaka yang selalu membela adiknya, Ryuta, yang harus menjadi pemail baseball pro, merasa tidak yakin akan keinginan Sayaka. Ibu yang akhirnya harus bekerja dan mencari hutang untuk membayar tutor Sayaka. Semua ia lakukan karena ayah tidak pernah mempedulikan Sayaka.

Sayaka hampir putus asa. Ia merasa semua yang ia lakukan tidak ada hasilnya. Semua ujiannya tetap saja mendapat E. Walaupun Tsubota-sensei sudah membimbingnya dengan baik dengan menemukan metode belajar yang tepat untuk Sayaka, Sayaka tetap ingin berhenti. Akhirnya Sayaka tidak pernah datang ke tempat tutor lagi.

Selain itu, ayah dan ibunya bertengkar hebat di rumah. Ryuta yang merasa lelah akibat tekanan ayah mulai terjerumus ke pergaulan bebas dan mabuk-mabukan. Ryuta kabur dan Sayaka mengejarnya. Pada saat itu ia tahu apa saja yang dilakukan oleh adiknya. Teman-temannya, juga pergaulannya.

Sayaka mengajaknya pulang. Ryuta yang masih emosi menghinanya dan impian Sayaka untuk ke Keio. Sayaka menjadi terpukul. Tapi, ia juga kembali tergugah untuk menyusun kembali impiannya ke Keio. Ia kembali ke tutor Tsubota-sensei.

Ia mengalami peningkatan. Pada saat try out, ia mendapat C. Kesempatan masuk ke Keio sebesar 50% untuknya! Orang tuanya bangga. Ayahnya ikut bangga pada Sayaka. Sayaka, yang awalnya merupakan beban keluarga, akhirnya dapat menjadi harapan keluarga.

Hari H pun tiba. Tes masuk perguruan tinggi. Sayaka berangkat diantar oleh ayahnya. Ia lulus tes pertama. Sebuah hal yang membakar semangatnya untuk maju.

Sebelum tes kedua, ia menemui Tsubota-sensei dan memintanya menandatangani kamusnya untuk jimat. Tsubota-sensei memberinya kopi kaleng yang ia simpan sampai tes kedua berlangsung.

Beberapa saat sebelum tes, ia meminum kopi kaleng yang diberikan oleh Tsubota-sensei. Dan itu membuat perutnya sakit saat tes. Ia takut. Sangat takut, apabila ia tidak bisa maksimal menjalankan tes tersebut.


Akhirnya pengumuman pun tiba. Sayaka melihat pengumuman di website universitas dan ia dinyatakan tidak lulus. Tsubota-sensei mengatakan, kalau ia harus menunggu sampai pengumuman resminya. Sayaka lemah pada teks cerita pendek, ia tidak bisa masuk ke jurusan sastra. Tapi akhirnya, ia diterima di Keio untuk jurusan lain (Nanda lupa lagi jurusan apa aisshh). Itulah Sayaka, yang awalnya menjadi sumber masalah, kini bisa menemukan masa depannya yang cerahノ(・ω・)ノ

Oke gitu aja reviewnya, tq.