Kamis, 27 Desember 2018

Selamat Bahagia

Malam ini udara bertiup tidak seperti biasanya. Berlalu seolah membawa babak baru dalam kehidupan. Aku duduk bersandar pada dinding kamarku. Baru saja aku mengingatmu, hal-hal pahit yang kurasai semenjak aku mengenal kamu. Aku tidak pernah menyangka bahwa kamu tidak pernah menyukaiku. Tidak, bukan dalam arti cinta. Tapi kamu benar-benar tidak menyukaiku. Aku tahu bagaimana perasaanku saat sedang membenci sesuatu. Segalanya terasa sangat memuakkan. Pasti itulah yang kau rasakan jika mengetahui sesuatu tentangku. Kau membenciku, mungkin beberapa kali mengutukku, memaki segala hal tentangku, yang kutaktahu seberapa sering hal itu terjadi. Melancarkan protes pada Tuhan dalam doamu, mengapa orang seperti aku ini dibiarkan berkeliaran di dunia. Aku selalu merasa takut. Takut jika suatu ketika aku membuka mata dan kamu sudah menjadi orang asing di mataku. Aku tidak mau itu. Biarlah kamu membenciku, tapi jangan pergi dari hidupku. Aku tidak bisa jika hal itu sungguh-sungguh terjadi. Bagaimanapun pula, kamu adalah orang yang masuk ke hatiku. Sebisa mungkin aku menjaga sikapku ketika berada di sekitarmu. Sebisa mungkin aku menjadi diriku yang lain ketika kamu mulai berbicara padaku dengan nada muakmu. Boleh jadi kamu berpikir, aku adalah orang yang paling tidak kamu inginkan kehadirannya di hidupmu. Tidak apa, kamu bebas menilai diriku ini seperti apa. Diriku ini wanita jalang, tidak bersyukur walau sudah dipinjami nyawa oleh Yang Maha Kuasa. Orang paling tidak bermanfaat, orang yang hanya membuatmu merasa tidak beruntung jika sedang bertemu denganku, atau sekadar berada di sekitarku. Tidak apa, aku tidak marah. Toh jikalau aku marah, tentu kamu tidak akan peduli, benar? Justru akulah yang akan membenci diriku sendiri karena telah melakukan hal bodoh tersebut. Dunia memang seringkali tidak adil padaku. Aku muak menjadi terlalu jatuh hati, aku bosan terlalu sering menangis. Ya, malam ini udaranya memang berbeda. Bukan karena malam ini mendung, sehingga bintang-bintang yang indah itu menjadi tak tampak. Tapi karena aku terlalu sedih menjadi diriku. Aku terlalu sedih memikirkan aku yang terlalu menyukaimu. Yang kau benci lalu ingin kau buang jauh-jauh dari hidupmu. Aku ingin kamu bahagia, seperti orang-orang yang senang melihat orang yang ia sayangi bahagia. Tapi tidak luput juga, aku pun berhak bahagia, sama sepertimu. Kita sama-sama manusia, sama-sama berperasaan. Aku yakin kamu juga mengerti itu. Kamu bisa jadi bahagia jika tidak ada aku, tidak ada parasit yang membayangimu dan mengganggu harimu. Tapi aku bahagia jika denganmu. Jika bisa melihat senyummu, yang tidak pernah dialamatkan kepadaku. Jika mendengar suaramu, yang selalu mampu membuat hatiku bergetar. Tapi mau bagaimana lagi. Tidak bisa juga aku egois, karena aku memikirkanmu, perasaanmu. Selamat berbahagia, dengan orang yang kamu sayang, orang yang kamu harapkan kehadirannya, orang yang kamu tunggu kabar darinya, yang selalu ingin kamu buat tersenyum, dan yang senantiasa ingin kamu lindungi dengan hatimu. Tidak perlu kamu hiraukan aku ini, yang bahkan tanpa aku berucap demikian pun kamu sudah tahu apa yang harus kamu lakukan. Terima kasih atas segala hal sederhana darimu yang membuatku tidak bisa tidur jika mengingatnya.


Surabaya, 27 Desember 2018
Aku mengharapkan kamu, dan mengikhlaskanmu pada waktu yang bersamaan.